1.1 Biomaterial
Biomaterial Secara umum biomaterial
diartikan sebagai material yang ditanam di dalam tubuh manusia untuk mengganti
jaringan organ tubuh yang terserang penyakit, rusak atau cacat (Widyastuti,
2009).
Sedangkan menurut Larsson et al (2007),
biomaterial adalah suatu material dengan sifat baru yang digunakan sebagai
perangkat medis dan mampu berinteraksi dengan sistem biologis. Biomaterial
merupakan bidang dengan berbagai disiplin ilmu yang membutuhkan pengetahuan dan
pemahaman mendasar dari sifat-sifat material secara umum dan interaksi material
dengan lingkungan biologis. Biomaterial alami yaitu; allograft (tulang
manusia), xenograft (tulang sapi), dan autograft (tulang dari pasien yang sama)
(Dewi, 2009). Menurut Ylien (2006), biomaterial diklasfikasikan ke dalam 4
kelompok kimia antara lain polimer, komposit, logam, dan keramik. Sementara
menurut Lobo and Arinzeh (2010), biomaterial diklasifikasikan ke dalam 3
kelompok dalam penggunaanya antara lain biokompabiliti, bionert, dan bioaktif.
Biokompabiliti merupakan material yang dapat bertahan tanpa memberikan efek
atau kerusakan pada jaringan tubuh (stainless steel), Bioinert merupakan 7
material yang mempunyai lapisan oksida pada permukaan (alumunium zirkonium,
titanium, dan material karbon), dan Bioaktif yaitu ketika terdapat ikatan
langsung secara biokimia dan biologi. Biomaterial dengan tulang induk melalui
pembentuk suatu lapisan apatit pada permukaan biomaterial (keramik kalsium
fosfat dan keramik gelas).
1.2 BioKeramik
Biokeramik Biokeramik adalah keramik
yang secara khusus dimanfaatkan untuk memperbaiki dan merekoinstruksi bagian
tubuh yang terkena penyakit atau cacat. Menurut Herliansyah dkk (2010),
biokeramik merupakan salah satu jenis bahan keramik yang baik sebagai produk
yang digunakan dalam kedokteran dan industri, terutama sebagai implant ataupun
organ pengganti. Biokeramik memiliki sifat biokompabilitas, stabilitas kimia,
ketahanan aus yang tinggi dan memiliki komposisi yang sama dengan bentuk
mineral dari jaringan keras dalam tubuh (tulang dan gigi). Berdasarkan
adaptasinya biokeramik dibedakan menjadi empat, yaitu; Biokeramik bionert,
biokeramik terserap ulang, biokeramik bioaktif, dan biokeramik berpori.
Biokeramik bionert biokeramik yang tebal daerah permukaan yang rendah dan antar
permukaan biokeramik dengan tebal daerah permukaan tidak terikat secara kimia
maupun biologis sehingga sistem pelekatan biasanya hanya secara mekanis. Pada
lapisan permukaan akan terbentuk suatu kapsul berserat yang tidak terikat
secara baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak (alumina dan zirkonia).
Biokeramik terserap ulang dirancang untuk resorbsi secara berlahan dalam jangka
waktu tertentu secara 8 bersamaan akan digantikan oleh jaringan alamiah baru
dengan lapisan antara permukaan yang sangat tipis menstimulas tulang untuk
tumbuh pada bahan keramik dan melalui pori-porinya melanjutkan transformasi
secara total dari bahan-bahan yang masuk kedalam tulang yang tinggal
(trikalsium fosfat). Biokeramik bioaktif memiliki respon biologis khas pada
antar permukaan sehingga terbentuk ikatan antar jaringan dan bahan tersebut.
Kehasanya adalah dasar materi yang meyerupai komponen inorganik bagian tulang
disertai kempuan melarut yang dapat memberian ikatan secara langsung terhadap
implant (hidroksiapatit, bioaktif, dan gelas keramik), dan Biokeramik berpori
untuk pertumbuhan dalam jaringan yang dikenal biokeramik inert mikropori pada
daerah permukaan memiliki pori-pori dalam ukuran mikro dimana terjadi
pertumbuhan dan jaringannya ke pori permukaan atau keseluruhan implanasinya
(logam berlapis HA). Biokeramik dapat berupa kristal tunggal seperti saffir,
polikristal (alumina atau HA, gelas keramik, komposit seperti baja-
stailees-gelas diperkuat serat atau politilen HA).
1.3 Hidroksiapatit
Hidroksiapatit Hidroksiapatit adalah
kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam
tulang (Berlianty, 2011). Hidroksiapatit memiliki kandungan kalsium dan fosfat
yang terdapat pada tulang dan gigi, karena memiliki sifat biokompabilitas yang
baik pada jaringan manusia serta komposisi kimianya hampir sama dengan tulang
(Mondal et al, 2012).
Hidroksiapatit juga memiliki rumus
kimia Ca10(PO4)6(OH)2 dan mempunyai struktur heksagonal dengan parameter kisi
a= 9.443Å dan c= 6.875Å serta nisbah Ca/P sekitar 1.67. Kristal apatit
mengandung gugus karbon dalam bentuk karbon (Muntamah, 2011). Hidroksiapatit
memiliki dua bagian struktur yaitu heksagonal dan monoklinik. Struktur heksagonal
terdiri dari susunan gas PO4 tetrahedral yang diikat oleh ion-ion Ca, sedangkan
struktur monoklinik dapat dijumpai apabila HA yang terbentuk benar-benar
stoikometri. Rasio Ca/P dari HA adalah 1,67 dan densitasnya 3,19 g/ml (Ferraz
et al, 2004). Menurut Darwis dan Warastuti (2008) dengan metode basah sekitar
34-37% (Ca) dan 16-20% (P) akan diperoleh rasio Ca/P berkisar antara 1,68 –
1,73 dengan rata-rata 1,69 dan kandungan Ca berkisar 35% dan Fosfat 20%. Dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Struktur Hidroksiapatit (Rivera-Monozq1, 2011). Struktur monoklinik
terjadi
karena susunan OH- membentuk urutan OH-OH-OHOHyang membuat parameter kisi b
menjadi 2 kali a (Gambar 2.b). Akan tetapi, struktur heksagonal juga dapat
diperoleh pada kondisi stoikiometrik jika susunan OH- tidak teratur (Gambar
2.a) (Suryadi, 2011).
Gambar 2. (a) Struktur HA Heksagonal (b) Struktur HA
Monoklinik (Corno et al, 2006).
Hidroksiapatit
memiliki struktur heksagonal dan merupakan senyawa yang paling stabil diantara
berbagai kalsium. Hidroksiapatit sebagai salah satu biokeramik yang dibuat dari
bahan alami sebagai penganti tulang (Balgies dkk, 2011). Hidroksiapatit cukup
aman digunakan sebagai bahan implant karena sifatnya yang non toxic, cepat
membangun ikatan dengan tulang (bioaktif), memiliki biokompatibilitas dengan
jaringan sekitar, tidak korosi, dan dapat mendorong pertumbuhan tulang baru
dalam strukturnya yang berpori. Namun HA mempunyai kelemahan yaitu bersifat
rapuh, tidak bersifat osteoikonduktif, sifat mekanik rendah dan memiliki
ketidakstabilan struktur pada saat bercampur dengan cairan tubuh.
1.4 Sifat Hidroksiapatit
Hidroksiapatit memiliki sifat
biokompatibel dan bioaktif. Biokompatibel adalah kemampuan material untuk
menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima, sedangkan bioaktif adalah
kemampuan material bereaksi dengan jaringan dan menghasilkan ikatan kimia yang
sangat baik (Purnama dkk, 2006). Hidroksiapatit juga memiliki sifat biokompabilitas
ke jaringan tulang sangat baik karena kandungan komposisi kimia yang serupa
dengan mineral tulang dan gigi (Purmawargapratala, 2011) hidroksiapatit juga
bersifat rapuh (Warsatuti dan Abbas, 2011). Menurut Suryadi (2011) sifat
hidroksiapatit adalah biokompatibel, bioaktif dan bioserorable. Biokompatibel
material yang banyak diaplikasikan pada proses penyembuhan jaringan keras
(tulang) yang mengalami kerusakan, juga sebagai pelapis implant yang dimasukkan
ke dalam tubuh manusia untuk meningkatkan sifat biokompabilitas. Bioaktif mampu
berintegrasi dengan jaringan hidup melalui proses-proses aktif dalam penolakan
kembali tulang yang sehat. Bioserorable material akan melarut sepanjang waktu
(tanpa memperhatikan mekanisme yang menyebabkan pemidahan material) dan
menginzinkan jaringan yang baru terbentuk dan tumbuh pada sembarang permukaan
material. Fungsi bioserorable berperan penting dalam proses dinamis pembentuk
dan reabsorbsi yang terjadi didalam jaringan tulang. Material bioserorable
digunakan sebagai scaffolds atau pengisi (filler) yang meyebabkan mereka
berinfiltrasi dan berganti ke dalam jaringan, sedangkan laju solusi dari
hidroksiapatit yang memiliki sifat bioaktif dapat bergantung pada beragam
faktor, seperti derajat kristalinitas, kuran kristalit, kondisi proses
(temperatur, tekanan, dan tekanan parsial air), dan porositas. Hidroksiapatit
yang larut dalam larutan asam dan sedikit pada larutan destilasi. Kelarutan
pada destilasi meningkat seiring dengan penambahan elektrolit. Kelarutan hidroksiapatit
juga akan berubah jika memiliki asam amino, protein, enzim dan senyawa organik
lainnya. Sifat kelarutan yang dimiliki hidroksiapatit berhubungan dengan sifat
biokompatibel. Laju kelarutan tergantung pada perbedaan bentuk, porositas,
ukuran kristal, kristalinitas, dan ukuran kristalit. Hidroksiapatit bereaksi
aktif dengan protein, lemak, dan senyawa organik ataupun non-organik lainnya.
1.5 Metode Pembuatan
Hidroksiapatit
Menurut Thamaraiselvi et al (2006)
sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan enam metode yaitu metode basah, metode
kering, metode hidrotermal, metode alkoksida, metode fluks, dan metode
sol-gel.. Metode basah menggunakan reaksi cairan dari larutan menjadi padatan,
metode ini digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit
dengan sedikit kristal atau amorf. Metode kering, menggunakan reaksi padat dari
padatan menjadi padatan dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butiran
halus dan derajat kristalinitasnya tinggi. Metode hidrotermal, menggunakan
reaksi hidrotermal dari larutan menjadi padatan dan menghasilkan hidroksiapatit
dengan kristal tunggal. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa dari
larutan menjadi padatan. Metode ini digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin
flm) dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.
Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam dari pelelehan menjadi
padatan. Metode ini menghasilkan hidroksiapatit kristal tunggal yang mengandung
unsur lain seperti; boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit, dan Metode sol-gel,
menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan
derajat kristalinitas. Metode yang digunakan dalam pembuatan hidroksiapatit
mempengaruhi karakter-karater kristal hidroksiapatit yang diperoleh.
1.6 Aplikasi Hidroksiapatit
Hidroksiapatit (HA) dapat dimodifikasi
menjadi berbagai jenis sediaan radiofarmaka sebagai pembawa unsur radionuklida
untuk aplikasi terapi rheumatoid arthritis karena mempunyai kemiripan dengan
fasa mineral pada matrik tulang (Setiawan dan Basit, 2011). Hidroksiapatit
digunakan sebagai bahan pelapis logam yang diimplatasikan kedalam tubuh
(Arifianto dkk, 2006). Penggunaan hidroksiapatit dalam aplikasi biomedik telah
banyak digunakan antara lain sebagai pembawa obat, scaffold, tulang pengisi dan
tulang pengganti. Hidroksiapatit dapat dimanfaatkan sebagai biomedik karena
sifat yang dimiliki hidroksiapatit tidak beracun, biokompabilitas, non
inflamasi, dan struktur mesori dari hidroksiapatit (Oner et al, 2011).
Hidroksiapatit sintetik dapat diperoleh tidak hanya melalui reaski
senyawasenyawa sintetik (Dahlan, 2013), dan dapat juga diperoleh dengan
mereaksikan senyawa sintetik tersebut dengan senyawa alami (Amrina, 2008).
Keunggulan dari hidroksiapatit sintetik adalah bahan yang mempunyai karakter komposisi fasa dan struktur
mikro yang hampir sama dengan tulang manusia (Purnama dkk, 2006).
Hidroksiapatit sangat stabil dalam cairan tubuh serta diudara kering atau
lembab hingga 1200°C
1.7 Tulang Sapi
Tulang Sapi Tulang
merupakan bagian tubuh atau organ dari suatu individu yang mulai tumbuh dan
berkembang sejak masa embrional. Sistem pertulangan merupakan salah satu hasil
perkembangan dari sel-sel mesoderm. Pola bangunan tubuh suatu individu
ditentukan oleh kerangka yang disusun dari puluhan atau ratusan tulang.
Tulang-tulang tersebut membentuk suatu susunan atau kelompok tulang yang
disebut dengan kerangka. Tulang-tulang kerangka disebut juga skeleton dalam melaksanakan
fungsinya dilengkapi dengan tulang rawan (cartilago) dan ligment (pita
pengikat). Kerangka pada ternak termasuk dalam endoskeleton (Anonim A, 2013).
Menurut Septimus (1961) tulang merupakan jaringan yang dinamis yang secara
terus-menerus dapat diperbaharui dan direkonstruksi. Tulang mempuyai pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan syaraf. Tulang panjang seperti tulang paha (femur)
memiliki bentuk silinder dengan bagian ujung yang membesar. Bagian yang
berbentuk silinder disebut diafisis, sedangkan bagian ujung yang membesar
terdiri dari tulang berongga dan disebut epifisis. Tulang kering terdiri dari
bahan organik dan bahan anorganik dalam perbandingan 2:1. Zat organik oleh
panas tidak menyebabkan perubahan stuktur tulang secara keseluruhan, tetapi akan
mengurangi berat tulang. Tulang mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai
penopang tubuh dan pendukung gerakan. Keduanya merupakan tempat cadangan
mineral dan berkaitan dengan metabolisme tubuh, yang disimpan ataupun
dikeluarkan setiap kali diperlukan oleh tubuh. Pada pembentukkan tulang,
sel-sel tulang keras membentuk senyawa kalsium fosfat dan senyawa kalsium
karbonat. Tulang merupakan jaringan hidup, sekitar 15% beratnya terdiri dari
sel. Tulang cortical disusun 22% matrik organik, 90-96% kolagen, 69% mineral
dan 9% air seperti pada Gambar 3. Mineral tulang biasanya sebagai senyawa
kalsium hidroksiapatit dengan stokiometri sempurna. Bentuk utama mineralnya
mengandung kalsium kristal apatit dan fosfat, menirukan struktur kristal
hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2.
Gambar 3. Distribusi komponen penyusun tulang
cortical (Liu, 1996).
Tulang secara alami umumnya terdiri dari 70%
mineral anorganik, 20% bahan organik dan 10% air (Toppe et al, 2007). Rangka
tubuh sapi terdiri dari 191 hingga 193 ruas tulang (Suryanto, 2009). Tulang
mempunyai mineral yang mengandung 35% senyawa organik dan 65% senyawa anorganik
(Fakhrijadi, 2013). Tulang sapi memiliki karakteristik mendekati tulang
manusia. Hal ini didukung oleh penelitian Aerssens et al (1998) yang
membandingkan komposisi dan kepadatan tulang pada tujuh hewan vertebrata yang
biasa digunakan dalam penelitian tulang (manusia, anjing, sapi, babi, domba,
ayam dan tikus), diketahui bahwa sapi memiliki struktur komposisi yang paling
mendekati tulang manusia. Indriyani (2011) juga melakukan penelitian mengenai
karakteristik mekanik dan fisik tulang sapi berdasarkan berat hidup. Tulang
yang digunakan adalah tulang belakang (metatarsus) sapi dari jenis sapi induk
lokal pesisir yang diinseminasi dengan sapi simmental dengan rentang berat
hidup 200 kg sampai 500 kg. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa
berat hidup sapi dengan berat 500 kg memiliki kekuatan tarik rata-rata adalah
177,26 MPa. Pada berat yang sama regangan tarik rata-rata adalah 0,11 MPa,
modulus elastisitas rata-rata adalah 1,61 GPa, dan ketangguhan rata-rata adalah
9,89 Mj/m3 . Kandungan tulang sapi terdiri dari 93% HA dan 7% β-TCP dengan
perlakuan panas memakai suhu 400oC– 1200oC (Ooi et al, 2007). Hidroksiapatit
berasal dari tulang sapi telah banyak digunakan untuk mencangkok, memperbaiki,
mengisi, pergantian tulang dan pemulihan jaringan gigi karena biokompabilitas
yang sangat baik dengan jaringan keras, bioaktivitas merenkonstruksi ulang
jaringan tulang yang telah rusak dan di dalam jaringan lunak (Kusrini and
Sontang, 2012). Unsur pokok anorganik tulang memiliki kesamaan dengan yang ada
pada komposisi hidroksiapatit sintetik. Kristal hidroksiapatit yang berada pada
tulang memiliki bentuk yang menyerupai jarum atau batang dengan panjang 40-60 nm,
lebar 10-20 nm, dan ketebalan 1-3 nm (Mollazadeh et al, 2007). Materil
pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograft (pergantian sutu bagian
tubuh dengan bagian tubuh dengan bagian tubuh lainya dalam satu individu),
allograft (pergantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia
lain), xenograft (pergantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari
hewan). Namun, pengganti tulang ini biasanya tersedia dalam jumlah terbatas
(Sopyan et al, 2007).
Referensi :
1. http://digilib.unila.ac.id/11962/119/BAB%20II.pdf
2. Suryadi, Sistesis dan Karakterisasi Biomaterial
Hidroksiapatit dengan Proses Pengendapan Kimia Basah , Universitas Indonesia
,2011
0 comments :
Post a Comment